February 15, 2011

ketika tertolak

yang nulis isma di 2:57 AM
ini tentang pengalaman meminta reference ke professor dan para ahli. baik di indonesia atau di hawaii, respon mereka ada dua, mengiyakan atau menolak. tapi, kalau aku bandingkan, penolakan antara prof di sini lebih wangun dan baik daripada di indo. meskipun ada basa-basinya, tapi dijelaskan di depan berikut alasan dengan kalimat yang baik dan terpuji (hehe).

aku pernah ditolak oleh seorang profesor di yogyakarta. sebel sih karena saya harus membelah siang yang terik dan kadang guyuran hujan demi menemui si ibu yang hebat itu. sebelumnya saya sudah menelpon, dan menjelaskan maksud saya mau begini dan begitu. si ibu mengiyakan dan silakan datang menemui saya pada jam ini di tempat ini. seperti memberikan sinyal akan memberikan reference bukan? saya senang sekali tentu, dan rela bersusah payah meskipun berjam-jam menunggu padahal saya sudah tepat waktu.

sayang, reference yang saya idam-idamkan itu tak bisa saya dapatkan hari itu karena si ibu masih mau mempelajari berkas-berkas juga tulisan saya. apalagi saya bukan mahasiswanya memang, dan dia minta saya memberikan surat pengantar dari kampus saya. sebelum pergi, saya sempat meninggalkan dua buah novel saya dan beberapa tulisan yang lain juga transkrip nilai. jadi, semua itu bisa menjadi bahan untuk dia memberikan komentar tentang saya. tidak muluk-muluk kok, tulis saja apa yang dia temukan dari hasil bacaan itu. cuma mungkin, dia tidak punya waktu untuk itu.

tapi, saya tetap teguh pendirian dengan mengusahakan surat pengantar ke fakultas tempat saya ngampus. esok harinya, saya coba menghubungi si ibu lagi, untuk menyerahkan surat pengantar itu. tapi tak ada jawaban. sampai akhirnya saya ketemu teman yang kebetulan menjadi mahasiswa si ibu, dan mendapat info bahwa hari ini si ibu ada jadwal mengajar. saya meluncur ke kelasnya, menunggu beberapa menit, sampai si ibu itu datang.

sebenarnya saya bukanlah pemberani dan ahli diplomasi, tapi saya nekat saja menemui ibu professor di tengah jalan. saya menunjukkan surat pengantar yang dia minta. setelah dilihat beberapa saat, dia bilang:
"ini bukan tanda tangan rektor. jadi tidak kuat."
"iya bu, ini tanda tangan dekan karena kebijakan di kampus saya memang tidak perlu tanda tangan rektor," jelas saya.
"tidak bisa. sudah mbak, saya sibuk, maaf ya," katanya dan berlalu begitu saja.

waktu itu mata saya langsung berkaca-kaca. marah ya sedih, tapi juga mengerti. dan waktu itu saya bersumpah (baca: doa) dalam diri saya, saya akan jadi professor sastra yang jauh lebih hebat dari ibu itu, dan saya akan menolong para mahasiswa yang meminta refensi seperti saya. saya menangis. dan semoga Tuhan mendengar doa hati saya.

penolakan kedua (sebenarnya bukan kedua, karena setelah itu ada juga dosen kampusku yang tidak kooperatif), saya alami di hawaii sini. oleh seorang professor yang kata temen-temen memang agak susah. bedanya, professor di sini menolak dengan baik (baca: basa-basi). dia mengajar saya, 4 minggu berjalan, dan karena itu saya berani meminta reference. semula saya mau bicara langsung usai kelas, tapi takut secara belum mengenal baik. jadi saya introduce dulu lewat email. ternyata hari itu juga dibalas, dia bilang: "saya tidak keberatan memberikan reference, tapi kelas kita kan baru jalan 4 minggu jadi saya tidak punya banyak hal yang bisa saya jelaskan tentang diri Anda. selain saya, Anda kenal dosen dari civitas akademika yang lain enggak?"

begitu terima email itu, saya sudah siap membalas dengan menjelaskan bahwa saya mahasiswa baru dan baru diajar sama dua profesor dan mereka sudah memberikan reference, tinggal satu orang yaitu Anda. tapi, saya mikir. saya ingat bahwa amerika itu penuh dengan politeness yang menurutku seperti basa-basi. bilang A bisa berarti B. maksud saya, kalimat prof itu terbaca setengah-setengah antara ya dan tidak. bisa jadi ia akan memberikan kalau saya tidak punya yang lain. tapi bisa juga artinya bener-bener tidak hanya ditulis dengan kalimat yang "basa-basi". lalu saya bertanya ke seorang teman, katanya, "itu artinya tidak. sudah jawab saja terima kasih dan saya paham dengan alasan Anda."

waktu itu saya sedih sekali, bukan karena ditolak melainkan karena saya kok bego banget ya dengan memahami kalimat itu sebagai kalimat yang memuat kemungkinan iya dan malah mau menjelaskan kondisi saya yang begini dan begitu. pasti kalau saya jadi mengirim surat itu, dia akan geleng-geleng kepala dan membatin, "bego banget ya anak ini. sama kalimat begini saja nggak paham." ahh, kasihan sekali ya saya hehe. ahh, tapi sudahlah. akhirnya saya mendapat ganti reference dari mentor saya, yang mau menyempatkan diri menulis bagaimana kami bertemu dan tentang rencana riset saya di tengah-tengah kesibukannya. saya yakin, siapa mau menolong dan memberikan kemudahan pada sesama, dia juga akan dimudahkan jalannya oleh Tuhan.

0 komentar:

 

Isma Kazee Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea