Tiba-tiba saja ditodong Mbak Jim untuk sharing tentang evolusi Jilbab di Indonesia (08/07/13). Hmmm, bisa tidak ya? Setelah mikir beberapa saat, kupikir kenapa tidak, sekalian bisa belajar bersama delegasi dari Iran yang waktu itu tengah mengikuti Summer School di CRCS. Yup. Aku langsung kontak yuyun yang pernah riset tentang Jilbab di Yogya. Dan, itu cukup sebagai bahan obrolan ditambah artikel tentang gerakan Tarbiyah di Indonesia.
Jadi, Yuyun menyimpulkan bahwa Jilbab dan jenis-jenisnya tidak bisa hanya dimaknai sebagai simbol kesalehan, seperti yang dilontarkan oleh Suzanne Barner dari hasil penelitiannya pada tahun 90an. Setiap jenis jilbab memiliki korelasi dengan bagaimana pemakainya memaknai tubuh dan aurat, dan tentu saja pemaknaan ini berkaitan dengan budaya, pendidikan, dan nilai-nilai yang sudah menginternalisasi ke dalam individu masing-masing. Ada jilbab bercadar, yang bereferensi ideologis, jilbab besar, jilbab tradisional dan jilbab funky.
The good thing is since Indonesia is not a syariah country, tidak ada intervensi dari pemerintah berkaitan dengan jilbab. Berbeda dengan Iran yang memang mewajibkan perempuan untuk memakai hijab. Meskipun, ada beberapa yang memakai semi hijab, yang tidak menutup aurat dengan sempurna seperti hijab yang diwajibkan. Lalu, bagaimana jika ada yang melanggar? Mereka bilang, hampir jarang ada pelanggaran. Kalaupun ada, mereka akan kena denda.
Usai sharing rasanya tak sia-sia aku mengiyakan todongan itu. Pertama, tentu saja aku mendapat kesempatan untuk berbicara, bagaimana pun bentuknya. Kedua, mengenal dan mengerti budaya Muslim Iran, terutama tentang Jilbab.
harus memilih
-
ceritanya aku apply dua peluang setelah wisuda dari leiden. peluang pertama
adalah postdoctoral yang infonya dishare sama bu barbara. yang kedua,
peluang...
1 year ago
4 komentar:
mba isma memang benerkah di Iran ada aturan sedemikian ketat? soalnya dulu tetangga banyak iranian, suka takjub, kalo weekdays yg berjadar tertutup rapat, weekend kebuka cadar, yg weekdays pake jilbab ala kita, weekend terbuka dg lengan pendek, yg pakai kerudung keliatan rambutnya di weekdays, weekendnya pake you can see dan bisa dibilang hampir sama kayak bule2 yg berpakaian sangat minim
Untungnya begitu. Soalnya katanya jilbab yang dimodel-model itu nggak sesuai aturan agama. Padahal saya sih lebih suka lihat cewek yang jilbabnya modis. Soalnya walaupun tertutup mereka nggak terlihat kaku.
Numpang ikut komen...
Pernah ada pendapat kalo seharusnya yg "menyuarakan" Islam di dunia adalah dari Asia Tenggara, terutama Indonesia. Di negara kita Islam ga dgn keras/paksa diatur negara, tp penduduknya memeluk dgn keridoan hati, pasrah & ikhlas karna memang takut Allah.
Begitu jg dgn jilbab, ga perlu dipaksa umat muslim udh bnyk yg berjilbab di Indonesia. Mereka hepi karna tetap bisa pakai kain warna-warni dgn model yg lucu2, bahan loose ga ketat, tertutup semua sampe ke kaki... jarang bgt kita liat di sini pake jilbab dgn kaos lengan pendek (biasanya org Malay hehe). Terlepas dari boleh/ga kalo terlalu gaya, yg jelas syarat2 dasar terpenuhi laah.
Hebatnya lg, para cewe berjilbab ini independen, bisa sekolah tinggi sampe luar negeri, bisa kerja yg bonafid, bisa nyetir, dsb.
Lain kan kelakuannya sama yg jilbabnya dipaksa, hukum Islamnya dikerasin... penduduknya seolah ga memeluk Islam dari hati.. bener ga?
hehehe soriii aga nyimpang dikit jadinyaaa...
Terima kasih sudah mengapresiasi tulisan saya ...
---> mb Lina
menurut penuturan peserta waktu itu begitu. meskipun mungkin praktiknya bisa bermacam-macam seperti yang mbak lihat, sesuatu yang mungkin luput dari pengamatan para peserta. aku waktu itu jg sempat mikir, berarti perlu ada polisi yang patroli ya hehe
---> mbak cantik
aku sependapat mbak, suka sama jilbab modis. suka lihat ponakan yang pintar makainya. sayangnya aku gak pinter makai hehe jadilah pakai jilbab yang tradisional ...
---> mbak Gianti
iya mbak, semakin ke timur tengah islamnya semakin menakutkan ya. perempuan jadi makhluk nomor dua. di india saja, sempat kaget, kalau perempuan ga boleh sholat di masjid, cuma boleh di rumah.
malah sebenarnya kalau lihat ibu-ibu nyai di pesantren jaman dulu, mereka pakainya kerudung saja, yang masih kelihatan rambut dan lehernya. saya suka pendapatnya Quraisy Syihab yang mengartikan penutup itu sebagai pakaian yang pantas dan patut untuk budaya dan situasi setempat. itu sudah cukup. kalaupun ternyata mau pakai yg tertutup, ya lebih bagus. Semoga ya Indonesia tetap memberi kebebasan warga negaranya untuk mengekspresikan keberagamaannya sesuai dengan keyakinan masing-masing. Amiin.
Post a Comment