"Ken, kamu ingat kita pernah menikmati es teler di gang ini. Waktu itu kamu yang meminta dan aku mengiyakan. Kita naik angkutan umum karena motorku sedang dalam perbaikan."
Ken terdiam, keningnya berkerut2 coba mengembalikan ingatan. Tapi, kemudian ia menggeleng, menyerah.
Aku tersenyum getir. Mengusap2 tangan Ken, memberinya kekuatan. "Kita ke tempat lain ya."
Mobil bergerak untuk yang ke seribu kalinya, menelusuri setiap kenanganku bersama Ken selama dua tahun ini. Sayang, tak ada satu pun yang masih menyisa dalam ingatan Ken. Semua sudah seperti kapur barus, hilang oleh udara bahkan membawa aromanya musnah tanpa bekas. Mobil ini sudah bergerak hampir dua bulan, setiap hari, tiada henti. Mengantarkan aku dan Ken untuk ribuan kenangan itu.
"Di pinggiran pantai ini, kamu masih ingat, pertama kali kau mau cium aku, Ken. Lembut dan penuh rasa. Aku bahkan masih bisa mengingat lembut dan rasanya. Di sini," jelasku sambil menunjuk bawah hidung dan bibirku, lalu turun ke dadaku.
Ken menatapku datar, seperti tanpa keterlibatan apa-apa, melempar pandang ke laut lepas yang bergelombang pelan. Tak lagi aku temukan tatap cinta seperti waktu kita pertama kali ke pantai ini. Tak ada lagi binar bahagia seperti dulu setiap kali ia berada di dekatku.
Kudengar ia menarik napas, dan berucap,
"Sudahlah Da, aku sudah capek. Mungkin lebih baik aku amnesia. Hidup dengan pijakan dan untuk kenangan yang baru. Terima kasih untuk ribuan kenangan yang lalu itu. Terima kasih kau masih mau menyimpan kenangan-kenangan itu untukku."
"Tapi, kita harus tetap berusaha kan Ken?"
"Hmmm, aku sudah capek. Mungkin kita biarkan saja waktu yang akan mengambalikan semua kenangan itu. Hanya saja tidak saat ini atau dalam waktu dekat ini. Atau malah sudah tak ada gunanya lagi. Aku benar-benar lelah, Da."
Angin pantai berhembus, menggerakkan anak rambut di dahiku. Aku hanya bisa tersenyum getir. Teringat catatan terakhir sebelum Ken amnesia di buku hariannya: 'Mungkin lebih baik aku amnesia dan melupakan rasa sakit dan trauma karena perubahan sikapmu, Mahda. Sebagaimana kau seperti ingin melupakan dan melemparku jauh-jauh'.
Kutatap Ken yang sudah beranjak, menapakkan jejak kaki di pasir pantai dalam tunduk dalam. "Hmmm, seandainya waktu juga bisa diputar," gumamku lirih.
harus memilih
-
ceritanya aku apply dua peluang setelah wisuda dari leiden. peluang pertama
adalah postdoctoral yang infonya dishare sama bu barbara. yang kedua,
peluang...
1 year ago
0 komentar:
Post a Comment