gerimis mengingatkanku pada pagi gerimis pada suatu waktu dan tempat di pinggiran kota. langit basah. udara basah. halaman basah. daun-daun basah. jendela basah. balkon tempat aku menapak menatap hamparan kota dari lantai enam juga basah.
kau sedang sibuk berkutat dengan laptop. di sebuah ruang tamu kecil berhadapan dengan kamar tidur yang satu-satunya. secangkir kecil kopi masih mengepul. kopi instant yang tak terlalu manis. musik lembut tanpa lirik mengalun pelan. entah apa yang tengah kau kerjakan. aku hanya menatapmu dari balik jendela kaca balkon.
hari masih pagi. waktu malas untuk berbenah. di kulkas masih ada sisa makanan semalam, nasi kebuli. juga, lima tusuk sate kambing dan lalapan. mungkin aku tinggal memanaskan saja untuk sarapan. atau kalau tidak, kami bisa turun ke dining room. menikmati nasi goreng telor dan segelas teh manis yang disediakan pengelola apartemen. lumayan.
aku perlahan beranjak, mendekati tatanan meja kursi makan yang terletak persis di depan pintu masuk. di sebelah kanan meja kursi makan itu ada dapur. cukup elit menurutku. karena dapur ini bersih dan rapi. meski tak ada oven pemanggang seperti kebanyakan dapur apartemen berkelas. aku suka dan betah.
"bila yang tertulis untukku ..."
tone hapeku berbunyi. ika, memanggil.
"yup, ka."
"udah siap?"
"yup. lima menit aku keluar."
"okay, gak pake lama. lumutan gue."
"iye iye."
dan selesai.
di sebuah pusat kota. pada sebuah kamar apartemen lantai 12. kakiku menatap ujung tempat tidur, keras. di pagi yang basah dan membuat basah memoriku.
harus memilih
-
ceritanya aku apply dua peluang setelah wisuda dari leiden. peluang pertama
adalah postdoctoral yang infonya dishare sama bu barbara. yang kedua,
peluang...
1 year ago
0 komentar:
Post a Comment