Ia menangis. Tak jadi meneruskan kembali cerita panjangnya tentang laki-laki itu. Ia hanya menatapku, seolah ia ingin biar aku saja yang membaca cerita itu lewat matanya. Ah... sedemikian dahsyatnyakah cinta hingga membuat bibirnya beku tak bersuara. Kelu oleh deru rindu yang menyesak.
Laki-laki itu. Aku juga pernah melihatnya. Malah berpapasan, dan lalu melempar teguran juga tatap. Manis. Tinggi berpadu padan dengan tubuh yang padat tidak gemuk. Kulitnya tidak putih memang, tapi serasi dengan matanya yang berbinar cerdas. Hidungnya lancip, senada dengan bibirnya yang tipis kecoklatan. Jika mengatup tampak diam bersahaja, jika terbuka karena senyum juga tawa tampak ramah segenap jiwa. Sepasang kaca itu, sungguh membuat ia bukan laki-laki biasa. Nyaris sempurna.
Hei, bagaimana mungkin aku yang bukan ia bisa menggambarkan laki-laki itu sedemikian nyata...
Ah...
mudik ke manoa
-
waktu aku akan balik ke indonesia dari hawaii tahun 2012, aku sudah
berharap kalau suatu saat akan bisa datang lagi ke pulau cantik ini.
harapan itu teru...
5 years ago
0 komentar:
Post a Comment