"Aku Isma," kusebut namaku sambil mengulurkan tangan pada teman baruku itu. Ia tersenyum, balas mengulurkan tangan dan menyebut nama. "Aktivitas selama ini di mana, Mbak?"
"NGo," jawabnya ramah.
"Bidang geraknya?"
"Kesehatan reproduksi," jawabnya sekali lagi. "Isma, di NGO juga?"
"Bukan. Aku aktif di komunitas penulis novel pesantren."
"Wow... good. Di Jogja?"
"Iya."
"Waah, dah nulis berapa novel?"
Aku tersenyum, malu. "Baru dua..."
Itulah awal dialogku dengan teman baruku itu, sebelum aku berbanyak bicara dengan tiga penanya di dalam ruangan dingin ber-AC. Semua mengalir, sealiran air. Bertanya, aku jawab. Bercerita, aku menyimpulkan. Sampai pada pertanyaan terakhir, apa yang membuat kami harus meloloskan Anda.
Sekarang tinggal menunggu, bersama bisik-bisik harap juga doa. Apa pun putusannya, aku selalu mintakan bisa menata niat dan menemukan sisi baik, manfaatnya, juga berkahnya, untukku, keluargaku, juga komunitasku. Selalu.
"Semoga ya, Is. Kita bisa sama-sama lolos. Jadi aku bisa belajar nulis novel sama kamu," teman baruku dari Surabaya itu sempat membisikkan doa. Tersenyum tulus.
Aku balas tersenyum. "Amin. Dan, pasti dengan senang hati..."
harus memilih
-
ceritanya aku apply dua peluang setelah wisuda dari leiden. peluang pertama
adalah postdoctoral yang infonya dishare sama bu barbara. yang kedua,
peluang...
1 year ago
0 komentar:
Post a Comment