tentang supervisor 1, saya memang belum pernah menghubunginya langsung. melainkan lewat supervisor 2 yang langsung menjelaskan kalau ia dengan supervisor 1 bersedia menjadi pembimbing saya. orangnya lebih muda, dan lebih sibuk tentunya karena based-nya tidak di leiden. setiap saya email ke supervisor 2, saya juga cc ke supervisor 1, tapi tidak pernah ada response darinya. pertama kali saya mendapat response adalah ketika saya minta janji bertemu, dan dia menyanggupi tanggal 22 februari, namun tidak jelas waktu dan tempatnya, alhasil tanggal itu kami tak jadi bertemu.
akhirnya saya dan ade, yang juga satu bimbingan bersama supervisor 1 berinisiatif menemuinya langsung untuk minta janji bertemu, ketika supervisor 1 tersebut ada jadwal ke leiden untuk jadwal membimbing teman kami yang lain. ade sudah membayangkan yang indah-indah. supervisor akan menerima kita dengan hangat dan mengatakan minta maaf karena belum juga sempat bertemu. sementara saya, ahh masih belum yakin dengan sikapnya, akan seperti apa.
sampai, pintu ruang kerja teman kami diketuk. supervisor 1 datang menjemput. begitu pintu terbuka, saya dengan jelas menangkap raut mukanya yang kaget. ia mengenali saya dan ade sebagai mahasiswa yang harusnya ia supervisi juga. setelah menyalami, ia mulai berkeluh kesah. menjelaskan kesibukannya, meminta kami untuk memahami dan menunggu. sampai kapan? sampai ada keajaiban. ia bilang. lalu kapan keajaiban itu akan datang? satu tahun lagikah? dua tahun lagikah. ia juga bilang kalau bisa jadi akan ada pengalihan bimbingan ke profesor yang lain. tidak hanya itu, ia sempat komplain dengan dua orang teman saya dengan mengatakan, kenapa saya dijebak untuk bertemu dengan mereka?
ahh, rasanya saya sedih sekali mendengar komentar supervisor 1 itu. siapa bermaksud menjebak? hanya bertemu dan meminta janji bertemu dikatakan menjebak. paling tidak, berikanlah kami response yang positif misalnya, coba kita lihat bulan depan, jika tidak memungkinkan juga, saya akan cari cara lain. bukankah jawaban itu lebih mengenakkan? menurut saya, lebih baik lekas ada pengalihan daripada diminta menunggu keajaiban. waktu kami tak banyak. dan terus terang, saya tidak mengerti dengan pemikiran supervisor ini.
tapi ya sudahlah. mungkin alurnya memang harus seperti ini. semoga semua akan indah pada waktunya.
akhirnya saya dan ade, yang juga satu bimbingan bersama supervisor 1 berinisiatif menemuinya langsung untuk minta janji bertemu, ketika supervisor 1 tersebut ada jadwal ke leiden untuk jadwal membimbing teman kami yang lain. ade sudah membayangkan yang indah-indah. supervisor akan menerima kita dengan hangat dan mengatakan minta maaf karena belum juga sempat bertemu. sementara saya, ahh masih belum yakin dengan sikapnya, akan seperti apa.
sampai, pintu ruang kerja teman kami diketuk. supervisor 1 datang menjemput. begitu pintu terbuka, saya dengan jelas menangkap raut mukanya yang kaget. ia mengenali saya dan ade sebagai mahasiswa yang harusnya ia supervisi juga. setelah menyalami, ia mulai berkeluh kesah. menjelaskan kesibukannya, meminta kami untuk memahami dan menunggu. sampai kapan? sampai ada keajaiban. ia bilang. lalu kapan keajaiban itu akan datang? satu tahun lagikah? dua tahun lagikah. ia juga bilang kalau bisa jadi akan ada pengalihan bimbingan ke profesor yang lain. tidak hanya itu, ia sempat komplain dengan dua orang teman saya dengan mengatakan, kenapa saya dijebak untuk bertemu dengan mereka?
ahh, rasanya saya sedih sekali mendengar komentar supervisor 1 itu. siapa bermaksud menjebak? hanya bertemu dan meminta janji bertemu dikatakan menjebak. paling tidak, berikanlah kami response yang positif misalnya, coba kita lihat bulan depan, jika tidak memungkinkan juga, saya akan cari cara lain. bukankah jawaban itu lebih mengenakkan? menurut saya, lebih baik lekas ada pengalihan daripada diminta menunggu keajaiban. waktu kami tak banyak. dan terus terang, saya tidak mengerti dengan pemikiran supervisor ini.
tapi ya sudahlah. mungkin alurnya memang harus seperti ini. semoga semua akan indah pada waktunya.
0 komentar:
Post a Comment